TINJAUAN TENTANG DAKWAH

7 Mei 2011

TINJAUAN TENTANG DAKWAH

TINJAUAN TENTANG DAKWAH


A.    Pengertian Dakwah
Pembicaraan tentang dakwah Islam selalu merujuk pada pola-pola perilaku dakwah Nabi dengan para sahabatnya. Proses dakwah pada saat itu telah memberikan bentuk yang khas sesuai dengan tingkatan peradaban masyarakat. Dakwah Rasulullah SAW yang dilakukan di tengah masyarakat jahiliyah ketika beliau tinggal di Makkah menunjukkan pola yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan dakwah Rasulullah SAW di Madinah. Bahkan seolah-olah Tuhan sendiri mengisyaratkan pendekatan dakwah yang berbeda antara kedua model masyarakat tersebut dengan memberikan ciri-ciri tersendiri pada ayat Al Qur’an yang diwahyukan.
Dakwah secara bahasa berarti ajakan, seruan (Sanwar : 1985 : 3). Sedangkan secara istilah ada beberapa pendapat mengenai definisi dakwah, di antaranya adalah :
Pertama, H. M. Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah mengungkapkan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara individual maupun kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, pernghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message (pesan) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur paksaan (Arifin, 1993 : 17).
Kedua, pengertian dakwah menurut Hamzah Ya’kub adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-rasul-Nya (Ya’kub, 1981 : 23).
Ketiga, Hasymi mengungkapkan bahwa dakwah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syari’at Islam yang lebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah (Hasymi, 1974 : 28).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang dakwah di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dakwah merupakan serangkaian aktivitas mensosialisasikan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dengan hikmah dan kebijaksanaan agar mereka mengerti, memahami dan melaksanakan pesan tersebut guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

B.     Dasar Hukum Dakwah
Titik  tolak atau pijakan untuk mendasari hukum dakwah adalah Al-Qur’an dan Hadits. Berdasarkan kedua sumber hukum Islam tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku dirinya telah Islam. Tidak ada alasan lain untuk meninggalkan aktivitas dakwah kecuali manusia telah meniggalkan dunia yang fana ini. Dakwah yang dimaksud dalam pengertian di sini bukan hanya pidato, melainkan mencakup pengertian yang luas dan meliputi seluruh aspek atau bidang kehidupan (Abda, tth : 34). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل : 125)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl : 125) (Depag RI, 1982 : 421).

Kata ud’u dalam ayat di atas diterjemahkan dengan arti seruan dan ajakan. Kata ud’u merupakan fi’il amar yang berarti perintah dan setiap perintah adalah wajib serta harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah adalah wajib karena tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu dan hal ini disepakati oleh para ulama’. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa hukum melaksanakan dakwah adalah wajib (fardhu ‘ain) dan harus dilaksanakan oleh setiap muslim.
Berkaitan dengan hukum dakwah, ada perbedaan pendapat antara ulama’ yang satu dengan ulama’ yang lain, yakni ulama’ yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu ‘ain dan ulama’ yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah. Pendapat ulama’ yang pertama mengatakan bahwa dakwah itu hukumnya fardhu ‘ain, maksudnya setiap orang Islam yang sudah baligh (dewasa), kaya, miskin, pandai dan bodoh semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah. Sedangkan ulama’ yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah mempunyai maksud bahwa apabila dakwah sudah dilaksanakan oleh sebagian atau sekelompok orang, maka jatuhlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin sebab sudah ada yang melaksanakannya walaupun hanya sebagian orang (Sanwar, 1985 : 34-35).
  Perbedaan pendapat para ulama’ di atas disebabkan karena adanya perbedaan penafsiran terhadap Al-Qur’an Suarat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104)
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran : 104) (Depag RI, 1982 : 93).

Perbedaan penafsiran tersebut terletak pada kata منكم (minkum). Min di sini diberi pengertian littabidh yang berarti sebagaian, sehingga menunjukkan kepada fardhu kifayah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa min mempunyai maksud littabyin yang berarti menerangkan, sehingga menunjukkan kepada hukum fardhu ‘ain (Sanwar, 1985 35).

C.    Unsur-Unsur Dakwah
Seperti halnya pada proses komunikasi, dakwah juga memiliki unsur-unsur yang ada di dalamnya. Unsur-unsur dakwah tersebut jika dikaitkan dengan aktivitas  dakwah melalui majalah meliputi penyampai pesan dakwah (da’i atau pelaku dakwah), penerima pesan dakwah (mad’u atau obyek dakwah), pesan dakwah (materi dakwah yang disampaikan), cara atau metode penyampaian pesan dakwah dan media yang digunakan dalam penyampain pesan dakwah.
1.      Penyampai Pesan Dakwah (Da’i)
Da’i atau sering disebut dengan istilah juru dakwah adalah setiap manusia laki-laki dan wanita yang baligh dan berakal. Adapun da’i atau orang yang menyampaikan materi dakwah dalam majalah adalah semua orang yang membantu dalam menyampaikan pesan atau materi dakwah dimulai membuat hingga pemasarannya. Dengan kata lain da’i di sini adalah da’i kolektif (lembaga penerbitan pers) yang terdiri dari beberapa insan media cetak (Abdullah, 2000 : 13).
Lembaga penerbitan pers tersebut terdiri atas beberapa bagian, yakni :
a.       Redaksi atau orang yang bekerja pada proses pembuatan materi dakwah, baik berita, kolom, artikel maupun yang lainnya. Secara organisatoris bagian ini berada di bawah pimpinan redaksi yang juga membawahi dewan redaksi, redaktur pelaksana, sekretaris redaksi, staf redaksi, redaktur hingga wartawan dan atau koresponden.
b.      Bagian tata usaha adalah bagian yang menguasai administrasi baik administrasi ke dalam maupun ke luar, atau orang yang bekerja dalam bidang administrasi kepegawaian, bagian administrasi pemasaran, sirkulasi dan lainnya yang berkaitan dengan orang atau lembaga di luar perusahaan percetakan itu sendiri.
c.       Bagian reproduksi percetakan. Pada bagian percetakan ini sangat penting dalam proses komunikasi melalui media cetak (majalah), bagaimanapun bagusnya bagian redaksi dan tata usaha apabila bagian ini tidak dapat digunakan secara optimal maka hasilnya pun sia-sia sehingga mobilitas pesan terhambat (Abdullah, 2000 : 13). 
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pelaksana dakwah dalam penelitian ini adalah seluruh kru Majalah Suara Muhammadiyah. Pelaksanaan dakwah melalui teknologi, khususnya teknologi komunikasi mutlak diperlukan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin beragam, namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah lekang. Situasi demikian adalah peluang sekaligus tantangan bagi para da’i. Jika para da’i hanya mengandalkan dakwah bi al-lisan saja dan hanya sebagai konsumen untuk informasi yang disampaikan oleh media lain, maka satu lahan potensi tidak tergarap.
2.      Penerima Pesan Dakwah (Mad’u)
Penerima pesan dakwah adalah seluruh umat manusia tanpa kecuali baik pria atau wanita, beragama atau tidak beragama, pemimpin maupun rakyat biasa. Seluruh manusia sebagai penerima atau obyek dakwah adalah karena hakekat diturunkannya agama Islam dari kerisalahan Rasulullah SAW berlaku secara universal untuk menusia seluruhnya tanpa memandang warna kulit, asal usul keturunan, daerah tempat tinggal, pekerjaan dan lain-lain (Sanwar, 1985 : 66). Adapun yang menjadi obyek dakwah dalam penelitian ini adalah warga perserikatan dan masyarakat secara umum.
Di samping itu, Majalah Suara Muhammadiyah merupakan bacaan yang di anjurkan atau wajib bagi pengurus, pimpinan serta karyawan amal usaha. Sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam yang tidak terjaring dalam organisasi keagamaan manapun, maka Majalah Suara Muhammadiyah membulatkan niatnya untuk menjadi milik semua umat tanpa membedakan kelompok dan tingkatan kualitas agamanya.
3.      Pesan Dakwah (Materi)
Pesan dakwah adalah semua bahan atau sumber yang dipergunakan atau yang akan disampaikan oleh da’i kepada mad’u dalam kegiatan dakwah untuk menuju tercapainya kegiatan dakwah. Pesan dakwah sebagai materi dakwah merupakan isi ajakan, anjuran dan idea gerakan dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Hal ini dimaksudkan agar manusia mau menerima dan memahami serta mengikuti ajaran agama Islam sehingga benar-benar diketahui, difahami, dihayati dan selanjutnya diamalkan sebagai pedoman hidup dan kehidupannya (Sanwar, 1985 : 73-74).
Al-Qur'an dam Hadits merupakan sumber materi dakwah. Keduanya merupakan materi pokok yang harus disampaikan melalui dakwah dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat. Dalam konteksnya sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an mencakup secara lengkap tentang petunjuk, pedoman, hukum, sejarah serta prinsip-prinsip baik yang menyangkut masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak, politik, ilmu pengetahuan dan sebagainya (Abda, tth : 45).
Secara umum materi atau pesan dakwah yang bersumber dari ajaran Islam di bagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
a.       Akidah atau Keyakinan
Akidah merupakan sistem keimanan atau kepercayaan kepada Allah SWT. Akidah bersifat fundamental bagi setiap muslim. Akidah inilah yang menjadi dasar  untuk memberi arah bagi kehidupan seorang muslim. Akidah merupakan tema dakwah Nabi ketika beliau melakukan dakwah pertama kali di Makkah. Materi tentang akidah ini secara lebih lanjut tercover dalam rukun iman.
b.      Syari’ah atau Hukum
Hukum merupakan peraturan atau sistem yang disyari’atkan oleh Allah SWT untuk umat manusia, baik terperinci maupun pokoknya saja. Hukum-hukum ini meliputi lima bagian yaitu :
1.      Ibadah, yaitu sistem yang mengatur tentang hubungan manusia sebagai hamba dengan Tuhannya, sebagai Dzat yang disembah meliputi tata cara sholat, zakat, puasa, haji dan ibadah lainnya.
2.      Hukum Keluarga atau al-Ahwalu Syakhshiyah yang meliputi hukum pernikahan, nasab, waris, nafkah dan masalah yang ada dalam lingkupnya.
3.      Hukum yang mengatur tentang ekonomi atau al muamalatul maliyah yang meliputi hukum jual beli, gadai, perburuan, pertanian dan masalah yang melingkupinya.
4.      Hukum Pidana yang meliputi hukum qishas dan masalah yang melingkupinya.
5.      Hukum ketatanegaraan yang meliputi perang, perdamaian, ghanimah, perjanjian dengan negara-negara lain dan masalah yang berkaitan dengan lingkup ketatanegaraan.
c.       Akhlak  atau Moral
Akhlak atau moral merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah dan sifat terpuji lainnya. Akhlak yang mulia ini merupakan buah dari imannya dan amal perbuatannya (Anshari, 1997 : 146).
Tiga macam bidang ajaran Islam di atas tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Pesan-pesan keyakinan, hukum-hukum yang disyari’atkan  Allah SWT dan moral itulah yang menjadi materi dakwah yang harus disampaikan kepada manusia.
Tampilan pesan  dakwah  yang dimuat  dalam  media cetak merupakan saluran penyebar informasi yang cukup efektif dan efisien. Informasi keislaman  dapat  sampaikan melalui artikel, opini, karangan  khas  atau yang lainnya, seperti kolom, feature, dan resensi buku. Ada  yang  menyebutkan bahwa  artikel  opini  maupun  karangan khas  merupakan suatu bentuk tulisan non fiksi, bukan berita, tak tentu  panjangnya dan diungkapkan  dengan  gaya yang hidup sehingga enak dibaca. Berdasarkan data penilitian penulis baik secara obyektif maupun subyektif yang berusaha mengulas suatu persoalan dengan tinjauan kritis yang memberikan nuansa bagi pembacanya (Al Faruqi, 1997 :  40-41).
a.      Artikel
Artikel adalah tulisan yang berisi fakta, masalah yang ada di tengah masyarakat, ulasan atau kritik terhadapnya disertai gagasan atau pendirian subyektif yang disertai argumentasi berdasarkan teori  keilmuan dan bukti berupa data statistik yang mendukung pendirian itu. Maksud dituliskannya artikel adalah sebagai wahana penampung ide-ide, gagasan-gagasan serta pemikirannya tentang suatu hal. Mengingat isinya berupa opini, maka apa saja bisa ditulis. Di sini letaknya kesempatan para da’i bisa menuliskan buah pikirannya dalam mencermati perkembangan di sekelingnya. Gagasan yang mengembalikan persoalan ke arah terciptanya rahmatan lil ‘alamin  merupakan sumbangan yang sangat berharga bagi pemecahan persoalan yang ada di masyarakat tersebut (Kusnawan, 2004 : 128).
Ada beberapa persoalan yang penting mendapat perhatian untuk penulisan sebuah artikel. Persoalan-persoalan tersebut adalah (1) Hendaknya persoalan yang ditulis berkaitan dengan masalah aktual yang sedang menjadi perbincangan di tengah masyarakat. (2) Masalah yang ditulis  tidak bersifat menghasut, mengadu domba, memfitnah dan sejenisnya. (3) Isi tulisan sebaiknya berisi solusi terhadap persoalan yang ada. (4) Artikel ditulis dengan menggunakan bahasa populer-ilmiah (Kusnawan, 2004 : 129).
b.      Feature
Feature adalah tulisan kreatif yang dirancang untuk memberi informasi tentang sesuatu kejadian, situasi atau aspek kehidupan seseorang serta sambil menghibur. Ia juga merupakan karangan lengkap non fiksi, bukan berita lempang dalam media massa yang tak tentu panjangnya, dipaparkan secara hidup, sebagai pengungkapan data kreativitas, kadang dengan sentuhan subjektivitas penulis dengan tekanan pada daya pikat manusiawi, untuk tujuan memberitahu, menghibur, mendidik dan meyakinkan pembaca. Dengan demikian Feature dapat dikatakan tulisan yang lebih ringan dibandingkan artikel opini. Kekhasannya terletak pada kreativitas (dalam penciptaanya), informatif (isinya), menghibur (gaya penulisannya), dan subjektif (cara penuturannya) (Kusnawan, 2004 : 143).
c.       Kolom
Kolom (coloum) merupakan artikel yang lebih panjang uraiannya dan lebih ringan isinya dari tajuk rencana namun lebih pendek dari feature. Ada kolom yang bersifat fakta dibumbui opini, ada pula yang hanya berisi komentar-komentar. Masalah yang dibahas meliputi bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan soal-soal sensasi (Gunadi, 1998 : 163). Struktur penulisan kolom terdiri atas judul, newspage (kadang-kadang tidak ada) dan opini.
Istilah kolom sendiri berasal dari bahasa Inggris coloum yang berarti suatu jenis artikel yang khas, unik dan lebih memiliki daya tariknya di antara artikel-artikel lain di media massa. Ia  lebih  bersifat  personal,  yaitu  lebih akomodatif memberikan keleluasan terhadap visi otonomi penulisnya (Kusnawan, 2004 : 137). Kolom biasanya dihadirkan untuk menyoroti suatu masalah tertentu dengan gaya berpikir dan bahasa yang paling bebas sesuai dengan visi dan  kemampuan serta kapasitas kolumnisnya.
Ciri-ciri kolom adalah pertama, merupakan jenis artikel istimewa karena memiliki keunggulan orisinalitas dan personalitas secara otonomi serta kreatif menyajikan keseluruhan judul dan isinya sehingga membangkitkan daya tarik dan kesegaran terhadap pembacanya. Kedua, tema atau topik dan visinya bervariasi tidak tercegah untuk mendapatkan proses pengolahan dan pengedepanan secara matang atau memadai serta penafsiran personal yang dilakukan kolumnis. Ketiga, memiliki fleksibilitas yang amat kuat dalam kebebasan bentuk dan struktur serta teknik pengungkapannya. Keempat, kolom dapat juga dikatakan sebagai sajian mulai yang paling serius sampai pada yang paling humoris, mulai dari yang filosofis sampai yang sangat keseharian, selama semuanya dapat ia pertanggungjawabkan. Kelima, kolom biasanya bersifat padat,
4.      Metode Penyampaian Pesan Dakwah
Beberapa metode penyampaian pesan dakwah telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, di antaranya adalah melalui media tulisan (dakwah bil qalam). Penerapan metode  ini dapat dilihat melalui sejarah dakwah Rasulullah SAW, yaitu pada tahun ke IV H beliau menerapkan suatu metode dakwah dengan menggunakan media tulisan (dalam bentuk risalah) yang ditujukan kepada raja-raja dan kaisar. Oleh karena itu, risalah dapat diartikan sebagai surat. Surat-surat Nabi SAW ada yang ditolak dengan sikap jelek dan ada pula yang disambut dengan baik. Dalam aplikasinya, materi atau risalah dakwah yang terdapat dalam sebuah majalah dapat terbagi ke dalam materi faktual (berita dan reportase) dan opini (artikel, tajuk rencana, kolom) serta materi perpaduan antara opini
5.      Media Dakwah
Dalam rangka mencapai tujuan dakwah Islam, yakni mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia dan akhirat, seorang da’i membutuhkan perantara untuk menyampaikan materi-materi dakwahnya. Media cetak merupakan media dakwah bil-qalam yang sangat populer di masyarakat. Oleh karena itu, media cetak sangat penting bagi proses penyampaian pesan dakwah. Dengan kemajuan zaman dakwah harus menyesuaikannya supaya dakwah yang dilakukan dapat diterima oleh banyak orang dalam waktu yang hampir bersamaan dan tempat yang berbeda.
Dengan melakukan dakwah bil-qalam di media massa cetak, maka seorang da’i dapat menjalankan peranannya sebagai jurnalis muslim, yakni sebagai muaddib (pendidik), musahid (pelurus informasi tentang ajaran dan umat Islam), mujaddid (pembaharu ajaran Islam), muwahid (pemersatu ukhuwah islamiyah) dan mujahid (pembela ajaran Islam) (Romly, 2003 : 23).
Media massa Islam memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan media massa umum dalam hal pemuatan artikel-artikel keagamaan. Sekumpulan majalah mempunyai ciri tersendiri, meskipun demikian majalah dapat difungsikan sebagai media dakwah, yaitu dengan menyelipkan di dalamnya misi yang bersifat dakwah. Tentu saja pengungkapan misi tersebut harus serasi dengan ciri majalah tersebut.
Semakin banyak media tulis yang muncul, maka semakin banyak pula membutuhkan tulisan-tulisan yang bermutu dari para penulis dakwah. Penulis itu erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Semakin banyak lahan pemikiran, penulis semakin banyak khazanah ilmu pengetahuan. Fungsi strategis menulis di samping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengabadikan hasil karya intelektual juga memiliki peran untuk menyelamatkan manusia dari kebusukan-kebusukan informasi yang disampaikan oleh musuh-musuh Islam.

D.    Fungsi dan Tujuan Dakwah
Pada hakekatnya kegiatan dakwah berfungsi membangun dan menyelamatkan manusia, dalam arti sempit untuk membina, mengajak dan memelihara manusia dari kehancuran moral dan akhlaknya. Adapun fungsi dakwah secara lebih luas di antaranya adalah sebagai berikut :
a.       Mendorong manusia melakukan kebajikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh berbuat kebajikan dan meninggalkan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b.      Mengadakan seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang jalan Allah SWT yang benar.
c.       Mengubah umat dari situasi yang kurang baik kepada situasi yang lebih baik di dalam segi kehidupan dengan tujuan merealisasikan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari, baik kehidupan pribadi, keluarga maupun bermasyarakat sebagai keseluruhan tata hidup.
d.      Menyampaikan panggilan Allah SWT dan Rasul Allah SWT kepada apa yang menghidupkan umat manusia yang sesuai dengan martabat, fungsi dan tujuan hidup (Mulkhan, 1993 : 10).
Berdasarkan fungsi dakwah di atas, maka dapat dikatakan bahwa penyampaian informasi dakwah merupakan substansi dakwah. Penyampaian informasi tersebut bukan saja bertujuan supaya orang mengerti dan memahami isi suatu informasi akan tetapi agar meyakini dan memposisikan diri. 
Sedangkan tujuan dakwah adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam. Ajaran dan nilai-nilai tersebut mencakup semua aspek dan bidang kehidupan, baik yang berkaitan dengan bidang ekonomi, politik, sosial, budaya maupun bidang-bidang yang lainnya. Di samping itu, aktivitas dakwah bertujuan agar masyarakat dalam konteksnya sebagai obyek dakwah bersedia dan mampu mengerti, memahami serta merealisasikan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

Share:

0 comment:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.