EVALUASI KURIKULUM

11 Januari 2010

EVALUASI KURIKULUM

Setiap program, kegiatan-kegiatan atau sesuatu yang lain yang direncanakan selalu diakhiri dengan suatu evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kembali apakah suatu program/kegiatan telah sesuai dengan perencanaan atau belum. Dari kegiatan evaluasi akan diketahui hal-hal yang telah / akan dicapai sudahkah memenuhi kriteria yang ditentukan. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian diambil keputusan apakah program tersebut akan diteruskan ataukah direvisi / bahkan diganti seluruhnya.

Kegiatan pengembangan kurikulum juga tidak akan lepas dari unsur evaluasi, karena evaluasi merupakan salah satu komponen yang amat penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Dalam banyak hal, komponen penilaian sangat berperan dalam menunjang keberhasilan pengembangan kurikulum, seperti yang kita ketahui, kurikulum yang dikembangkan itu masih berupa perencanaan-perencanaan bersifat teoritis dan abstrak. Dengan adanya evaluasi, kita akan memperoleh gambaran mengenai keberhasilan kurikulum yang sedang / telah dikembangkan di sekolah-sekolah. Dari kegiatan evaluasilah akan diketahui kelebihan, kelemahan dan kekurangan-kekurangannya.

A. Hakikat Evaluasi Kurikulum

Evaluasi pada dasarnya adalah proses penentuan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Dalam proses evaluasi terdapat beberapa komponen, yaitu mengumpulkan data/informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam menentukan nilai sesuatu yang menjadi obyek evaluasi. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan modal pengembangan kurikulum yang digunakan. Hasil evaluasi kurikulum juga dapat dipakai oleh guru, kepala sekolah maupun para pelaksana pendidikan lainnya untuk mengetahui perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode serta cara penilaian pendidikan.

Evaluasi kurikulum sulit dirumuskan secara tegas, sebab evaluasi kurikulum selalu berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah, selain itu obyek evaluasi kurikulum juga berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang diterapkan serta evaluasi kurikulum itu dilakukan oleh seseorang yang sifatnya juga berubah.

Menurut Stufflebeam, ada tiga hal penting yang tercakup dalam proses evaluasi, (a) menetapkan suatu nilai, (b) adanya suatu kriteria, (c) adanya deskripsi program sebagai obyek penilaian.[1]

Komponen lain yang dapat menunjang keberhasilan evaluasi kurikulum yaitu pertimbangan. Pertimbangan merupakan hasil yang sangat penting dalam proses evaluasi. Pertimbangan tersebut diharapkan tepat jika informasi yang diperoleh juga tepat. Oleh karena itu, pengumpulan informasi harus didasarkan pada rencana pertimbangan yang telah ditetapkan, pertimbangan yang diambil tidak harus menuntut adanya pengambilan tindakan. Sebagai contoh, seorang kepala sekolah mempertimbangkan bahwa suatu kurikulum yang baru akan lebih efektif.

Sedang komponen yang terakhir yaitu pembuatan keputusan. Komponen ini merupakan tujuan akhir dari evaluasi kurikulum. Dalam pembuatan keputusan harus dipikirkan dengan matang karena dalam keputusan tersebut yang akan membawa ke arah yang positif / negatif.

“Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.[2]

B. Aspek Kurikulum yang Dievaluasi

1. Tujuan

Suatu perencanaan program pendidikan, mungkin keseluruhan program, kurikulum, pengajaran, atau evaluasi harus didasarkan pada tujuan perencanaan ini. Penilaian tujuan kurikulum terutama untuk mengetahui apakah tujuan kurikulum dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian yang lebih tinggi dalam pendidikan? Melalui evaluasi ini dapat diketahui kadar tujuan kurikulum sebagai tujuan dalam mencapai tujuan pendidikan.

2. Isi Kurikulum

Penilaian tentang isi kurikulum mencakup semua program yang diprogramkan untuk mencapai tujuan. Komponen isi mencakup semua jenis mata pelajaran yang harus diajarkan, dan pokok-pokok bahasan atau bahan pengajaran yang meliputi seluruh mata pelajaran tersebut.

Isi/bahan kurikulum tersebut dinilai dari segi kerelevansiannya dengan tujuan yang berarti dapat menjamin tercapainya tujuan itu, kebenarannya sebagai ilmu pengetahuan, fakta/pandangan tertentu, keluasan dan kedalamannya.[3]

3. Strategi Pengajaran

Penilaian strategi pengajaran meliputi berbagai upaya yang ditempuh demi tercapainya tujuan berdasarkan bahan pengajaran yang telah ditetapkan. Komponen strategi pengajaran mencakup berbagai macam pendekatan yang dipilih, metode-metode dan berbagai teknik pengajaran, sistem penilai, pencapaian hasil belajar siswa baik yang berupa penilaian proses maupun hasil yang diperoleh.

4. Media Pengajaran

Komponen media pengajaran merupakan komponen kurikulum yang berupa sarana untuk memberikan kemudahan dan kejelasan siswa dalam proses belajar yang dilakukannya. Ada berbagai macam media yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengajaran baik yang bersifat tradisional maupun modern.

Media pengajaran tersebut dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan, bahan pengajaran, kebutuhan pengalaman siswa, kesesuaian dengan kemampuan dan ketrampilan pengajar, efektivitas sebagai sarana penunjang dan sebagainya.

5. Hasil yang Dicapai

Hal-hal yang dicapai dalam suatu kurikulum paling tidak mencakup tiga masalah, yaitu keluaran, efek dan dampak. Keluaran berupa prestasi belajar yang dicapai siswa sesuai dengan tujuan. Efek berupa perubahan tingkah laku sebagai akibat dari perlakuan belajar. Sedangkan dampak merupakan pengaruh suatu kurikulum pada perkembangan lembaga pendidikan itu sendiri, pengetahuan dan masyarakat.

Hasil-hasil yang dicapai tersebut merupakan masukan yang sangat berguna untuk menilai hasil-guna dan daya-guna suatu kurikulum yang dijalankan. Hal ini dapat dilakukan dengan menemukan perbedaan antara perencanaan/tujuan dengan hasil yang diperoleh secara faktual.

C. Bentuk Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks, karena banyaknya aspek yang harus dievaluasi, banyaknya orang yang terlibat dan luasnya kurikulum yang harus diperhatikan. Itu sebabnya evaluasi kurikulum memerlukan ahli-ahli yang mengembangkan menjadi disiplin ilmu.

Scriven memberikan sumbangan besar kepada evaluasi kurikulum dengan mengemukakan betapa pentingnya saat evaluasi itu diadakan, apakah sepanjang program itu berjalan (yaitu evaluasi formatif) atau pada akhirnya (yaitu evaluasi sumatif).[4]

Bentuk evaluasi kurikulum secara komprehensif dapat ditinjau menjadi dua macam, yaitu formatif dan sumatif.

1. Penilaian formatif

Penilaian ini disebut juga dengan penilaian proses, yakni penilaian yang dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk menemukan masalah serta mengadakan perbaikan sedini mungkin.[5]

Berbagai alat penilaian, dapat digunakan dalam penilaian formatif, di antaranya yaitu tes, wawancara, observasi dan lain-lain. Dan yang dinilai adalah semua komponen dan menunjang pelaksanaan program. Untuk mencapai maksud evaluasi formatif, tidaklah perlu atau bahkan dikehendaki menanyakan seluruh siswa dalam pertanyaan yang sama.

2. Penilaian sumatif

Proses evaluasi yang dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu, berbeda dengan penilaian formatif, penilaian sumatif ini harus menunggu selesainya suatu program. Misalnya setelah satu tahun program berjalan, atau setelah lembaga pendidikan menghasilkan lulusannya.[6]

Evaluasi sumatif mempunyai beberapa tujuan, di antaranya menyeleksi dari beberapa program kurikulum yang tersedia/proyek yang mana akan melanjutkan dan mana yang tidak efektif.[7]

Dalam pelaksanaan di sekolah penilaian formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes sumatif biasa kita kenal sebagai ulangan umum yang diadakan pada akhir semester.

Penilaian secara formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru maupun program itu sendiri, di antaranya yaitu :

1. Manfaat bagi siswa

a) Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.

b) Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes siswa mengetahui kelemahan-kelemahannya.[8] Sehingga siswa mengetahui bab mana yang dirasa belum dikuasainya. Dengan demikian ada motivasi untuk meningkatkan penguasaan.

c) Sebagai diagnosa. Bahwa pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan dan ketrampilan. Dengan mengetahui hasil tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.

2. Manfaat bagi guru

a) Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Dengan ini guru bisa menentukan apakah strategi mengajarnya harus diganti atau tetap menggunakan strategi lama.

b) Dapat mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dipahami oleh siswa.

c) Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

3. Manfaat bagi program

a) Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.

b) Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.

c) Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.

d) Apakah metode, pendekatan dan evaluasi yang digunakan sudah tepat.

Ada beberapa manfaat dari penilaian tes sumatif, di antaranya yaitu :

1. Untuk menentukan nilai

Nilai dalam tes sumatif digunakan sebagai acuan dalam menentukan perbandingan siswa dan kedudukan siswa dalam kelas. Sehingga dalam nilai tersebut dapat diketahui prestasi belajar siswa-siswa dalam kelas.

2. Berfungsi sebagai tes prediksi

Tes ini untuk menentukan seorang anak sudah menguasai bahan pelajaran yang sudah diberikan, sehingga siswa mampu melanjutkan program selanjutnya ataukah siswa harus mengulang / mempelajari lagi bahan pelajaran tersebut.

3. Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa, sehingga akan berguna bagi :

a. Orang tua siswa

b. Pihak bimbingan / penyuluhan di sekolah.

c. Pihak lain, misalnya siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain / akan melanjutkan belajar / memasuki lapangan kerja.

D. Peranan Evaluasi Kurikulum

Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi sosial. Proyek-proyek evaluasi yang dikembangkan di Inggris atau di negara-negara lain merupakan institusi sosial dari gerakan penyempurnaan kurikulum.

Beberapa karakteristik dari proyek-proyek kurikulum yang dikembangkan di Inggris, umpamanya (1) lebih berkenaan dengan inovasi daripada dengan kurikulum yang ada, (2) lebih berskala nasional daripada lokal, (3) dibiayai oleh grant dari luar yang berjangka pendek daripada oleh anggaran tetap, (4) lebih banyak dipengaruhi oleh kebiasaan penelitian yang bersifat psikometris daripada oleh kebiasaan lama yang berupa penelitian sosial.[9]

Peranan evaluasi kebijakan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu evaluasi sebagai moral judgment, evaluasi dan penentuan keputusan, evaluasi dan konsensus nilai.

1. Evaluasi sebagai moral judgment

Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Hal ini mengandung dua pengertian, pertama, evaluasi berisi suatu skala nilai moral, berdasarkan skala tersebut, suatu obyek evaluasi dapat dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dievaluasi.

Evaluasi bukan merupakan konsep tunggal, minimal meliputi dua kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Kegiatan yang pertama mungkin juga mengandung segi-segi nilai (terutama dalam memilih sumber informasi dan jenis informasi yang akan dikumpulkan), tetapi belum menunjukkan suatu evaluasi. Dalam kegiatan yang kedua, yaitu menentukan keputusan menunjukkan suatu evaluasi, dasar pertimbangan yang digunakan adalah suatu perangkat nilai-nilai.

Karena masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu mengalami perkembangan, maka pertalian antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula. Perkembangan ini terutama berkenaan dengan perkembangan atau perubahan nilai-nilai. Oleh karena itu, salah satu tugas dari evaluator pendidikan mempelajari kerangka nilai-nilai tersebut. Atas dasar nilai-nilai tersebut maka keputusan pendidikan baru bisa diambil.[10]

2. Evaluasi dan penentuan keputusan

Pada dasarnya pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan kurikulum yaitu guru, murid, kepala sekolah, orang tua, para inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Pada prinsipnya mereka semua mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan berdasarkan posisinya. Murid mengambil keputusan sesuai dengan posisinya sebagai murid, guru mengambil keputusan sesuai dengan posisinya menjadi guru, besar kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya serta lingkup masalah yang dihadapinya pada suatu saat. Beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangan bagi murid untuk belajar lebih giat atau tidak.

Lain halnya dengan keputusan yang diambil oleh seorang guru, ia mengambil keputusan untuk kepentingan seorang atau seluruh murid. Demikianlah keputusan yang diambil kepala sekolah dan sebagainya. Jadi, tiap pengambil keputusan dalam proses evaluasi mempunyai posisi nilai yang berbeda.

3. Evaluasi dan konsensus nilai

Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum, sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan penilaian atau evaluasi. Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas : orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi dan lain-lain.

Pernah dimimpikan bahwa para partisipan tersebut merupakan suatu kelompok yang homogen sebagai pengambil keputusan atas hasil penelitian, tetapi beberapa pengalaman menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Mereka mempunyai sudut pandangan, kepentingan nilai-nilai serta pengalaman tersendiri. Bagaimana caranya agar di antara mereka terdapat kesatuan penilaian, kesatuan penilaian hanya dapat dicapai melalui suatu konsensus.

Secara historis, konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja penelitian, yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi belajar yang bersifat behavioral, penggunaan analisis statistik dan pretest serta post test dan lain-lain. Model penelitian di atas merupakan suatu social engineering atau system approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang merumuskan secara operasional input (pretest) cara-cara kegiatan (treatment) serta output (pro test).[11]

Model di atas mendapatkan beberapa kritik, tetapi kritik atau kesulitan tersebut yang paling utama adalah dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus yang dapat diterima oleh seluruh partisipan evaluasi kurikulum serta perencana kurikulum.

KESIMPULAN

Evaluasi kurikulum diadakan untuk mengetahui hingga manakah hasilnya memenuhi harapan-harapan yang terkandung dalam tujuan-tujuannya dengan maksud untuk mengadakan perbaikan dan melanjutkannya atau menggantikannya dengan yang baru, bila segala sarana dan prasarana telah disiapkan yang antara lain mengenal pendidikan guru dan alat-alat instruksional.

Evaluasi harus dilakukan secara kontinyu setelah kurikulum itu diresmikan sepanjang kurikulum itu masih dipakai. Demikian juga bahan perlu disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan zaman. Dengan demikian mutu kurikulum senantiasa dapat dipelihara bahkan ditinggalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Nasution, S., Kurikulum dan Pengajaran, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1989.

__________, Pengembangan Kurikulum, CV. Cika Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Neil, John D. Mc., Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif, Wira Sari, Jakarta, 1988.

Nurgiantoro, Burhan, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPFE, Yogyakarta, 1988.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, CV. Sinar Baru, Bandung, 1991, cet.2.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Rosdakarya, 2007.

UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2003.



[1] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, CV. Sinar Baru, Bandung, 1991, cet.2, hal. 127.

[2] UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2003.

[3] Burhan Nurgiantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, BPFE, Yogyakarta, 1988, hal. 199.

[4] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, CV. Cika Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 131.

[5] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal. 91.

[6] Nana Sudjana, op.cit., hal. 138.

[7] John D. Mc. Neil, Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif, Wira Sari, Jakarta, 1988, hal. 225.

[8] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 33.

[9] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT. Rosdakarya, 2007, hal. 179.

[10] Ibid., hal. 180.

[11] Ibid., hal. 182.



Share:

0 comment:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.